Rabu, 25 Januari 2012

Perkembangan Cinema Digital

Cinema Digital


  • A.     Pengertian Cinema Digital
Sebenarnya sangat sulit untuk mendefinisikan secara ketat apa arti digital karena terlalu luas. Tapi rumusan mudahnya adalah sebagai berikut. Digital adalah perluasan dari kata digit, yakni prosesing angka-angka yang sering dirumuskan lewat kode binari. Digital bersifat integral, mencakup pada pengertian tentang revolusi digital, komputerisasi, imaji animasi, perkembangan media baru dan revolusi internet.

  • B.      Digital dan Cinema
Dalam industri film, isu digital umumnya dipahami sebagai ‘membuat produksi  [film]lebih murah’. Sinema digital dianggap dapat mengurangi biaya pembuatan film. Digital juga dikaitkan dengan perkembangan perangkat lunak 3D yang membuka kemungkinan imajinasi yang lebih luas luas.  Teknologi 3D juga memungkinkan penonton menjadi kreator, sehingga muncul istilah interaktif yang perkembangannya sebenarnya dipengaruhi oleh virtual game. Dalam permainan ini, penonton terlibat dalam proses menentukan wujud fisik yang ingin ia lihat, jadi bukan sekadar ikut dalam proses pemaknaan.
Apakah definisi digital hanya seperti ini saja?Tidak. Saat ini kita masih berada di masa transisi, belum revolusi digital yang sepenuhnya. Dalam film, perdebatan yang terjadi adalah apakah film tetap memakai seluloid atau digital?
Digital merevolusi sinema dalam hal nilai ekonomi karena lebih murah. Digital juga mengubah alur produksi (pra-produksi-pasca) yang tidak harus sepenuhnya menggunakan seluloid ataupun digital. Dalam film Hollywood, film yang digital sepenuhnya sebenarnya masih jarang. Sejauh ini hanya film Wachovski Brothers, The Matrix Reloaded. Selain di tingkat produksi yang menggunakan digital, eksebisi/pemutaran film ini juga telah menggunakan digital. Jadi proses eksebisi terjadi dengan ditransmisikannya data film The Matrix Reloaded dari Los Angeles ke bioskop-bioskop di berbagai negara.
Sekarang ini, banyak pembuat film yang menganggap film/seluloid sudah kuno dan digital sepenuhnya adalah masa depan film. Pembuat film ini telah menggunakan perangkat lunak sejak pra-produksi hingga eksebisi. Digitalisasi memungkinkan data film disimpan dalam satu hardisk untuk disebar ke seluruh dunia.

  • C.      Kamera untuk sinema digital
Pada tahun 2007, medium pengalihan paling umum bagi fitur yang ditayangkan secara digital adalah pita film 35 mm yang dipindai dan diproses pada resolusi 2K (2048×1080) atau 4K (4096×2160) lewat penengah digital. Kebanyakan fitur digital saat ini sudah bisa merekam pada resolusi 1920x1080 menggunakan kamerakamera bernama Red One keluaran perusahaan RedDigital Cinema Camera Company dapat merekam dengan resolusi 4K. Penggunaan proyeksi 2K pada sinema digital telah mencapai lebih dari 98 persen. Baru-baru ini perusahaan Dalsa Corporations Originkamera yang dapat merekam dengan resolusi 4K RAW. Selain itu, ada jenis kamera lain yang dapat merekam dengan resolusi 5K RAW seperti RED EPIC. Ada juga kamera yang dapat merekam dengan resolusi 3K RAW (untuk menyesuaikan dengan anggaran pembuat film ) seperti RED SCARLET seperti Sony CineAlta, Panavision Genesis atau Thomson Viper. Kamera-kamera baru seperti Arriflex D-20 dapat menangkap gambar dengan resolusi 2K, dan mengembangkan

  • D.     Proses pasca-produksi sinema digital
Pada proses pasca produksi, negatif film pada kamera asli dipindai menjadi format digital pada pemindai resolusi tinggi. Dengan teknologi digital, data dari kamera gambar bergerak bisa diubah menjadi format berkas gambar yang enak untuk ditonton. Semua berkas gambar dapat dikoreksi agar cocok dengan daftar edit yang dibuat oleh editor film. Hasil akhir proses pasca produksi adalah penengah digital yang digunakan untuk memindahkan rekaman gambar bergerak pada film ke sinema digital. Semua suara, gambar, dan elemen data produksi yang telah dilengkapi dapat dipasang pada pusat distribusi sinema digital yang berisi semua material digital yang harus ditayangkan. Gambar dan suara kemudian dimampatkan dan dikemas dalam bentuk kemasan sinema digital (dalam bahasa inggris: Digital Cinema Package atau DCP,
  • E.  Penayangan sinema digital
Walau sinema digital memiliki keuntungan dalam tahap produksi dan pascaproduksi namun penayangannya masih menjadi hambatan. Sebagian besar bioskop di Indonesia hanya memiliki alat untuk memutar sinema seluloid. Satunya-satunya cara agar sinema digital bisa diputar di bioskop hanyalah dengan mencetaknya kembali dalam pita seluloid. Sedangkan tidak semua sinema digital yang berformat video bisa ditransfer menjadi seluloid karena standar video adalah 625 garis atau 525 garis. Sedangkan, kualitas imaji seluloid 35 mm setara dengan 2.500 garis. Jadi kalau dari video digital ditransfer ke seluloid, hasilnya akan jauh dari memuaskan. Di Indonesia untuk saat ini hanya Blitzmegaplex yang mempunyai peralatan yang mampu menayangkan film dengan format digital.

                        http://klubkajianfilmikj.wordpress.com/2011/03/22/digital-sebuah-dispositif dalam-film/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar